Dvnia Joyce

where people ngobrol joyce…

Ulysses Dibaca Ketiga Kali

Posted by jimjoyce on January 7, 2012

Ulysses Dibaca Ketiga Kali

Ulysses Dibaca Ketiga Kali

Sigit Susanto*

Sampai sekarang Ulysses kubaca yang ketiga kali dengan durasi waktu selama 5 tahun 7 bulan. Pembacaanku yang pertama tepat selama tiga tahun (28 Maret 2006 – 3 Maret 2009). Pembacaanku kedua selama 2 tahun 7 bulan (24 Maret 2009 – 14 Oktober 2011).

Fritz Senn adalah seorang Joycean sekaligus pimpinan Yayasan James Joyce di kota Zürich, Switzerland. Ia lah yang memandu reading group novel Ulysses pada setiap Selasa dan Finnegans Wake pada setiap Kamis. Kedua novel tersebut dibaca dalam grup selama 1,5 jam sekali dalam seminggu.

Ia akui pembacaan superlelet pada Ulysses yang pertama tepat tiga tahun, karena peserta bisa duduk nyaman di kursi dan meja. Sehingga kemungkinan peserta bisa ngobrol dengan kawan di sebelahnya.

Akan tetapi menginjak pembacaan Ulysses yang kedua, peserta bertambah banyak. Tempat yang nyaman ada kursi dan meja nyaris tidak memuat lagi. Karena peserta melebihi 20-an, maka tempatnya di ruangan sebelah yang hanya tersedia kursi. Fritz Senn bilang, karena tempatnya kurang memadai maka demokrasinya terpangkas, antarpeserta tidak saling bicara, ia sendiri lah yang monopoli bicara.

Detik-detik menjelang baca penutupan Ulysses sungguh mengharukan. Stamina peserta masih sama seperti hari-hari sebelumnya, sekitar belasan jumlahnya. Penutup novel ini dengan kalimat berdesah, he could feel my breasts all perfume yes and his heart was going like mad and yes I said yes I will Yes.

Yes sebagai kata penutup dengan huruf kapital: Y. Yes menurut pak guru Senn, sebagai kata feminin. Memang bab 18 terakhir Ulysses ini berhamburan yes, sebagai monolog interior ibu Molly Bloom.

Ritual khatam Ulysses juga ditandai dengan makan-makan cemilan dan minum-minum di ruangan sebelah. Kawan-kawan urunan suka rela, sebagian dananya disumbangkan dalam amplop ke pak guru Senn, sisanya untuk membeli cemilan dan minuman. Maklum reading group ini gratis dan pihak Yayasan James Joyce sedang didera krisis finansial. Bank Swiss UBS yang awalnya membantu kelangsungan yayasan, kini tidak lagi, karena krisis yang melanda bank tersebut.

Sebagai penanda lain, ditayangkan film Ulysses hitam putih. Jauh sebelumnya sempat aku lontarkan pertanyaan ke kiai Senn ini, sekiranya aku bisa nonton filmnya? Ia sarankan, jangan lah nonton filmnya, khatamkan dulu, kalau tidak ingin kecewa. Dan tanpa diminta pun begitu khatam, kami semua diperlihatkan filmnya di layar lebar. Menurut Senn, versi baru ada juga, lebih realis, kalau film ini dibuat tahun 1960 di Dublin, saat itu dirinya ikut membantu di Dublin. Kata Senn, film ini lebih abstrak dan mirip dengan teks yang sesungguhnya.

Jika aku ditanya, setelah dua kali khatam Ulysses dan akan baca yang ketiga kali, maka apa yang aku dapatkan? Maka jawabku, lebih percaya diri dan berani jika hendak menulis prosa. Terutama setelah menjelajahi kerumitan teks Joyce. Intensitas teks yang kompleks menjadi kekhasan karya klasik modern. Tidak mungkin aku hafal semua tokoh dalam Ulysses, namun nama tokoh-tokoh penting yang sering muncul sudah mulai aku kenal. Teknik Joyce mederetkan konsonan, vokal, susupan kata asing dari berbagai bahasa, menyisakan kesan harmonis. Tak kalah pentingnya, kelucuan di balik frase unik dan data ensiklopedis maupun dari media dan buku.

Yang paling kusukai, monolog interior radikal tanpa titik koma puluhan halaman. Adapun kelemahan membaca Ulysses, semakin tak bersemangat membaca karya penulis lain. Kecuali karya Franz Kafka yang juga menjadi idolaku.

Yang kuanggap baru lagi menurutku, ternyata roman biografi kisah pacaran Joyce dan Nora ini, sosok Joyce menyublin ke dalam dua tokoh utama pada Ulysses. Stephen Dedalus sebagai guru yang cerdas dan intelek dan Leopold Bloom sebagai pekerja koran berisi iklan yang sabar dan sopan. Sifat Joyce dan kecerdikan Joyce berhamburan pada dua tokoh itu.

Selasa, 8 November 2011, pukul 17.30 hingga 19.00 awal baca Ulysses yang ketiga. Saat aku hadir ternyata sudah ada antrean yang didaftar dengan kertas. Rupanya koran nasional Swiss, Tages Anzeiger pada 4 November 2011 mewartakan putaran baru rencana reading group Ulysses. Judul koran tersebut cukup memikat, James Joyce untuk para Amatir dan Humoris, Pada Selasa dimulai sebuah putaran reading group baru pada Yayasan James Joyce. Pengembara baca ini bisa sampai tiga tahun. (James Joyce für Amateure und Humoristen, Am Dienstag beginnt eine neue Ulysses Lesegruppe in der James Joyce-Stiftung. Das Leseabenteuer kann bis zu drei Jahre dauern). Dijelaskan, Fritz Senn sudah lebih dari 50 tahun berkutat dengan novelis Irlandia, James Joyce. Pertama kali tahun 1982 ia menemukan kelompok kecil mahasiswa membaca Ulysses bersama-sama. Sejak peristiwa itulah, ia tekuni baca dari halaman ke halaman. Joyce tidak memasukan unsur yang berbau akademis. Sebab tujuan reading group ini untuk menemukan kelucuannya dalam Ulysses. Ulysses berperan dalam Odyssey karya Homer. Tokoh utama Leopold Bloom pada Ulysses, berseberangan dengan mitos kepahlawanan pada Odyssey. Leopold Bloom digambarkan sebagai lelaki yang sangat sopan, penuh kemanusiaan, dimana pembaca bisa pula menikmati suasana sehari-hari. Pembaca akan diajak menyusuri koran Dublin melalui kebingungan dan kesalahannya pada waktu itu 16 Juni 1904. Selain akan menemukan 8 kalimat panjang sebagai rekor karena tanpa titik dan koma. Pembaca akan ikut hanyut dalam arus ketidaksadaran Molly bermonolog. Fritz Senn mewanti-wanti bahaya membaca novel ini akan kecanduan. Sudah banyak korban berulang-ulang, sejak 20 tahun lalu reading group ini dimulai.

Suasana ini bukan baru untukku, sebab tiga tahun silam ketika mulai baca Ulysses juga begini. Tapi kuakui, kali ini sekitar 30-an orang datang. Bahkan ada dua kawan lama yang mendaftari dan menanyakan, sekiranya ada yang masih waiting list?

Kutatap sekeliling, ada nenek tua beruban semua bilang, syukur aku hadir. Nenek asal Hongaria itu memang kawan lama. Segera kutahu, ternyata kawan-kawanku angkatan tiga tahun silam yang belasan jumlahnya, hanya kulihat 3-4 orang. Selebihnya semua peserta baru. Kawan-kawan lama kudengar banyak yang pindah ke reading group Finnegans Wake. Yah, aku tetap akan setia mengulangi Ulysses lagi. Bagaimana tidak, untuk khatamkan Finnegans Wake butuh waktu 12 tahun. Finnegans Wake yang terdiri atas 628 halaman ini diakhiri dengan kata the dan dibuka dengan kata, riverrum. Luar biasa seolah Joyce sengaja tak akan menutup ceritanya, melainkan kalimatnya gandeng-bergandengan dengan perekat kata the riverrum.

Aku pernah ikut sekali reading group novel mahasulit ini, selama 1,5 jam baru bisa membaca 38 baris saja, kurang dari 1,5 halaman. Pantas Susan Sontag berujar, Finnegans Wake merupakan salah satu novel dunia yang sulit diterjemahkan ke dalam bahasa asing. Kalau waktu 12 tahun itu aku pakai khatamkan Ulysses, aku bisa khatam 4 kali.

Di ruangan aku duduk paling depan, tanpa meja dengan lampu tidak begitu terang. Jendela sedikit menganga, namun tak lama lagi ditutup, mengingat angin dingin menyelinap ke dalam.

Guru Senn berkemeja hijau kekuningan lengan panjang mulai angkat bicara. Kita akan membaca Ulysses very slow. Apakah ada yang sudah pernah membaca Ulysses? Dari seluruh peserta itu hanya 3 orang yang mengaku sudah khatam, sisanya menyerah di tengah jalan. Adakah native speaker? Tiga perempuan mengacungkan jari, mereka dari Inggris, Kanada dan Irlandia.

Kata Senn lebih jauh, Novel ini sangat terkenal dan membuat orang takut, meskipun banyak nuansa lucu. Tantangan bagi intelektual. Untuk menyelesaikan pembacaan ini perlu waktu tiga tahun, tapi Joyce juga memerlukan waktu lama sekali menulisnya. Sebagian besar Ulysses ini ditulis di Universitätstrasse, Zürich. Sejauh ini ada pertanyaan? Seorang bertanya, apakah bisa membeli Ulysses dari penerbit manapun? Senn menasihati untuk membeli Ulysses versi editing dari Hans Gabler, orang Jerman. Versi Gabler inilah yang paling mendekati sempurna.

Seorang lelaki bertanya, apa manfaatnya membaca Ulysses? Senn menggambarkan, Ulysses ini seperti rokok, pembaca akan kecanduan. Tapi kecanduan yang baik. Ia paparkan, apa yang harus dilakukan. Pertama, peserta akan mendengarkan CD beberapa paragraf yang dibaca dengan aksen Irlandia asli. Kemudian Senn membaca ulang dari awal kata per kata.

Teks halaman pertama dimulai dengan kalimat:

*Stately, plump Buck Mulligan came from the sairhead, bearing a bowl of lather on which a mirror and a razor lay crossed. A yellow dressinggown, ungirdled, was sustained gently behind him on the mild morning air. He held the bowl aloft and intoned:

-Introibo ad altare dei.

……

……

Senn menjelaskan, banyak ajektif yang aneh dipakai Joyce, seperti: Stately, plump. Bahasa Latin Introibo ad altare dei artinya aku akan memasuki ke alam Tuhan. Frase ini sering dipakai pendeta untuk berkotbah di gereja.

-Come up, Kinch! Come up, you fearful jesuit!

Ucapan Buck Mulligan ini mengejek Stephen Dedalus dan tidak menghormati.

Kata-kata sulit yang mendapat penjelasan dari Senn.

-Back to barracks! He said sternly

Sebuah komando dalam militer. Menyindir tentara Inggris yang menjajah Irlandia dulu.

-bear: old fashion

-aloft: ceremony

-intoned: melodi

-genuine Christian: new christ, body and soul and blood

-Chrysostomos: mulut emas, golden speech dalam bahasa Yunani, antara realistik dan spekulasi.

-white corpscles: darah

-Ulysses: ruh Yunani antik.

-Mallachi Mulligan sama dengan Buck Mulligan.

-Tell me!: sering dipakai Homer dalam Odyssey.

-God, isn`t dreadful?: umpatan orang Inggris saat menjajah Irlandia.

-O, my name for you is the best: Kinch, the knifeblade (sebutan untuk Buck Mulligan)

-O, woful lunatic!: Joyce membuat dialog tanpa memakai tanda tanya (?).

-The snot green: it is not green, victorian/english grammar.

-Great smelt mother: mythological.

-Epi oinopa ponton: bahasa Yunani, ponton: laut

-Thalatta! Thalatta: suara laut dalam Odyssey. Juga simbol akan sampai ke rumah. Joyce mencoba dengan perspektif yang beda.

-Kingstown: bagian kota kecil di Dublin.

-Our mighty mother!: sangat puitis, ungkapan sering dipakai penyair Irlandia.

-Mother: ingat kepada ibu Stephen. Kematiannya seperti kematiannya ibu Joyce.

-Hyperborean: tidak perlu diurus, berasal dari Nietzsche.

-A lovely mummur! He murmured to himself: Dari Julius Caesar-Shakespeare.

-Odour: aroma

-Rotting liver: organ tubuh, tak hanya selalu romantis.

-Secondleg: secondhand.

-Doftyville: nama sindiran pada sebuah ladang pertanian di barat laut Dublin.

-Hair on end: Senn mengakui tidak tahu maksudnya. Joyce memakai eksterior dan interior monolog. Teknik ini bisa dicoba dengan bicara di depan kaca.

-I pinched it out of the skivvy`s room: di belakang banyak pembantu.

-Lead him not into temptation: dari Oscar Wilde.

-Seeing his face in the mirror: Oscar Wilde sebut, kaca punya ciri alami.

Sampai kalimat: The craked lookingglass of a servant, pembacan dihentikan. Selama 1,5 jam kami hanya membaca 4 halaman.

0O0

Posted in Uncategorized | Leave a Comment »

Surat Perjanjian Kontrak ULYSSES: James Joyce-Sylvia Beach

Posted by jimjoyce on February 7, 2011

Surat Perjanjian Kontrak James Joyce dan Sylvia Beach

Pada Penerbitan

royalti Ulysses: 25%

Novel ULYSSES

KP 75465

MEMORANDUM OF AGREEMENT made this nineth day of December, 1930 BETWEEN James Joyce, Esquire, c/o Shakespeare & Co., 12 Rue de l`Odéon, Paris (Hereinafter called the Author) of the one part and Miss Sylvia beach, Shakespeare and Company, 12 Rue de l`Odéon, Paris (Hereinafter called the Publisher) of the other part, whereby it is agreed by and between the parties as follows:

THE AUTHOR HEREBY AGREES:

  1. To assign to the Publisher the exclusive right of printing and selling throughout the world, the work entitled ULYSSES.

THE PUBLISHER HEREBY AGREES:

  1. To print and publish at her own risk and expense the said Work.
  2. To pay the Author on all copies sold a royalty on the published price of twenty-five per cent.
  3. To abandon the right to said Work if, after due consideration such a step should be deemed advisable by the Author and the Publisher in the interests of the AUTHOR, in which case, the right to publish said Work shall be purchased from the Publisher at the price set by herself, to be paid by the Publishers acquiring the right to publish said Work.

 

JAMES JOYCE

SYLVIA BEACH

 

*Sumber:
Buku Sylvia Beach: Shakespeare and Company

Posted in Uncategorized | Leave a Comment »

Richard Ellmann: James Joyce

Posted by jimjoyce on January 12, 2011

Richard Ellmann: James Joyce

Judul: James Joyce
Penulis: Richard Ellmann
Penerbit: Suhrkamp, 1979
Tebal:jilid 1:597 hal, jilid 2:1301 hal.

Richard Ellmann adalah penulis biografi James Joyce yang paling tersohor. Biografi Joyce ini ditulis ke dalam dua jilid, dan kini telah menjadi karya klasik. Secara umum ditulis, bahwa Joyce meninggalkan Dublin menuju ke Paris akhir tahun 1902. Sedianya ia hendak belajar kedokteran, namun malah hidup bergaya bohemian. Ia baru beberapa bulan atau awal tahun 1903 di Paris, ibunya meninggal. Joyce merasa terpukul sekali. Kondisinya tidak stabil, sehingga terpaksa ia yang kritis terhadap agama Katolik, akhirnya berbalik arah dan berdoa di gereja.

Berkat bantuan kawan-kawannya, ia dipinjami uang untuk pulang ke Dublin. Setahun kemudian, tepatnya pada 10 Juni 1904, Jim (panggilan pendek Joyce) berpapasan dengan seorang gadis jangkung nan anggun di Nassau Street, Dublin. Gadis asal Galway itu bernama Nora Bernacle. Ia bekerja sebagai room-girl di hotel Finn. Keduanya bersepakat membuat kencan perdana pada 16 Juni 1904. Dari kencan pertama itu berlanjut kencan secara teratur berikutnya. Saat itu Joyce mengucapkan kalimat yang terkenal kepada Nora, “Kamu telah membombongku menjadi laki-laki.“

Belakangan pertemuan dua sejoli di Nassau Street itu diangkat oleh Joyce dalam sebuah biografi novel berjudul Ulysses. Dan tanggal 16 Juni 1904 itu menjadi tanggal sakral dan diperingati oleh penggemar Ulysses seluruh dunia dengan perayaan yang disebut Bloomsday.

Beberapa bulan kemudian, sejak pertemuan Joyce dan Nora, tepatnya pada Oktober 1904, mereka nekad hijrah ke daratan Eropa lain. Deret kota yang mereka tempati adalah: Zürich, Pola, Roma, Trieste, Zürich, Paris, Zürich. Saat itu mereka berangkat dari Dublin menggunakan kapal laut.

Kedatangan Joyce dan Nora pertama di Zürich, Switzerland bernasib sial. Surat panggilan kerja yang sedianya Joyce hendak menjadi guru bahasa Inggris di Berlitz School, ternyata tidak ada lowongan. Terpaksa Joyce dioper ke Trieste, Italia.

Di Trieste ini Joyce berteman akrab dengan seorang Yahudi asal Hongaria bernama Teodoro Mayer. Mayer ini memimpin sebuah koran berbahasa Italia bernama “Il Piccolo dela Sera.“ Selain Mayer sebagai pimpinan koran lokal, ia juga pimpinan gerakan nasionalis Italia.

Joyce sendiri selama di Dublin tidak punya kawan Yahudi, seperti saat ia di Trieste ini.

Berkat perkawanannya dengan Mayer itu, ia angkat sebagai tokoh protagonis dalam Ulysses bernama Leopold Bloom. Sedang istrinya bernama Marion (Molly) Bloom.

Pasangan Jim dan Nora ini akhirnya dikarunia dua anak: Giorgia (lelaki) dan Lucia (Perempuan).

Tahun 1915 pecah Perang Dunia I. Joyce menghindari Perang Dunia I di Italia dan pergi ke Zürich, Switzerland. Negeri Switzerland dikenal sebagai negeri netral. Selama di Trieste Joyce sudah mulai berkenalan dengan Ezra Pound, lewat sahabatnya T.S. Eliot.

Tercatat selama keluarga Joyce tinggal di Zürich telah pindah apartemen sejumlah 7 kali. Yang menarik, salah satu apartemennya di pinggir jalan raya, yang berlamat di Universitätstrasse 38, dekat dengan halte trem. Dan karena sebagian besar karya Ulysses dikerjakan di Zürich, tak heran jika halte trem itu diberi nama halte Ulysses. Sayangnya, akibat perubahan tata kota baru, maka nama halte Ulysses telah diganti dengan nama halte lain.

Pada tahun 1920 Pound menyarankan Joyce agar meninggalkan Trieste dan pergi ke Paris. Di Paris, ia akan dikenalkan kawan-kawan Pound, yang berkecimpung di dunia sastra. Joyce mengikuti saran Pound dan bersama keluarganya hijrah ke Paris. Di Paris Joyce cepat punya kenalan para penulis setempat. Dua penulis yang dari senegaranya, yakni Irlandia, yaitu Arthur Power dan Samuel Beckett. Mengingat anak perempuan Joyce, Lucia sudah menginjak dewasa, Beckett sempat ke mana-mana dengan Lucia. Ada isu bahwa Beckett pacaran dengan anak Joyce. Pertemanannya yang erat itu segera putus, mengetahui Lucia ternyata punya penyakit kelainan jiwa.

Joyce akhirnya berkenalan dengan Sylvia Beach. Seorang perempuan lesbian asal Amerika pemilik toko buku Shakespeare & Co. Sebuah toko buku legendaris yang kini masih berdiri di daerah Quartin Latin, tepatnya berhadap-hadapan dengan katedral Notre-Dame..

Berkat uluran tangan Sylvia Beach ini naskah Ulysses yang dikerjakan selama 8 tahun, berhasil diterbitkan. Cetakan pertama sejumlah 1000 eksemplar dalam format kertas mewah. Padahal toko buku tersebut belum pernah menerbitkan buku. Tepat pada 2 Februari 1922, di ulang tahun Joyce yang ke 40, Joyce bisa memegang Ulysses dalam bentuk buku. Hampir tiap hari Joyce mendatangi toko buku itu dan ikut membantu membungkus untuk dikirim ke langganan-langganan shakespeare & Co.

Padahal sebelumnya beberapa bagian Ulysses telah dimuat The Little Review di Amerika tahun 1918 dan menuai skandal. Ulysses dianggap berbau pornografi dan dicekal oleh pengadilan. Berbuntut beberapa penerbit menolak menerbitkannya.

Ketika berada di Paris Joyce matanya sakit dan perlu dioperasi. Ada sahabatnya menyarankan Joyce kembali ke Zürich, ada dokter specialis mata yang handal. Hidup di Paris tak selamanya, mulus, sebab tahun 1940 pasukan Hitler masuk Paris. Sylvia Beach ditangkap dan dijebloskan ke penjara beberapa bulan. Joyce seperti dikepung Perang. Saat dia di Italia meletus Perang Dunia I dan saat di Paris pecah Perang Dunia II.

Joyce dan keluarganya, lagi-lagi kembali ke pangkalan pertamanya, yakni di Zürich dan kali ini untuk selamanya. Pada 13 Januari 1944, Joyce meninggal dunia dan dimakamkan di Fluenten, Zürich, Switzerland.

Nora hidup sendirian dan ia kesulitan ekonomi, sehingga beberapa barang warisan Joyce termasuk naskahnya ada yang dijual. Nora dan Lucia meninggal dan tinggal Giorgio. Giorgio punya anak lelaki bernama Stephen, sebagai cucu Joyce. Dialah satu-satunya yang masih hidup hingga kini, 2011 dari garis keluarga Joyce. Ia lah satu-satunya pemegang hak royalti seluruh karya Joyce. Sosoknya kini sudah sepertii kakek dan menetap di sebuah pulau di Perancis dekat Inggris.

0O0

Posted in Uncategorized | Tagged: | Leave a Comment »

Membaca Ulang Ulysses

Posted by jimjoyce on October 29, 2010

.setelah dua minggu lalu khatam Ulysses selama tiga tahun (28 Maret 2006 – 3 Maret 2009), kemudian klab baca Ulysses diliburkan selama dua minggu. Selasa lalu, 24 Maret 2009, pembacaan Ulysses dimulai dari halaman paling depan lagi. Selasa sore itu aku agak kaget, sebab di Yayasan Joyce tampak banyak orang. Saat bertemu Pak Kyai Senn, (julukanku sendiri untuk sang guru) aku tanya, “Ada baca Ulysses hari ini, kan?“ Dengan yakin, dia jawab, “Ya..ya, seperti biasa. Tapi duduknya di kursi yang bertanda reserve warna hijau.“

Tampak wajah-wajah baru kutatap di ruang sebelah. Sedang ruangan yang biasa untuk mengaji Ulysses kosong, hanya meja putih sendiri, sementara kursi-kursinya sudah sirna. Setelah aku duduk di bangku belakang, seorang kawan baca asal Berlin bilang, “Ya di sini lah nanti pembukaan baca Ulysses. Soalnya event baca mulai dari awal disiarkan di koran.“ Dalam benakku terus merongrong rasa penasaran, masak sih….akan baca novel saja harus diumumkan ke koran? Pantas saja banyak orang datang. Kutafsir hadirin sore itu sekitar 25 orang. Tak kulihat ada anak muda satu pun. Semua tua, kakek atau nenek. Ditambahkan oleh Pak Senn, “Tradisi mengaji Ulysses ini dimulai sejak November 1992, satu novel butuh waktu tiga tahun untuk menamatkannya. Dan sampai kini non-stop, I don`t know why….? Kelakar ini memanen tawa dari hadirin.

Pak Kyai berdalih, “Tujuan kami membaca Ulysses untuk mencoba memahami isinya. Jika kalian mengerti, just keep it for your self.”

Tepat pukul 17.30, lonceng gereja bertalu, Pak Kyai Senn, menjelaskan lagi….

Kemarin aku diinterview oleh wartawan koran Tages Anzeiger. Eh…ternyata efeknya sekarang banyak yang hadir pada pembukaan bacaan Ulysses ini. Malah ada orang menelepon, kenapa tidak cari tempat yang lebih besar saja?“

Pak Kyai berambut pirang gondrong itu melucu dan disambut dengan tawa hadirin di ruangan sedikit redup itu. Kawanku di sebelah membisiki, “Paling-paling mereka itu tidak sampai ikut menekuni bacaan Ulysses hingga tamat.“ Aku mengamini, memang biasanya begitu, panas-panas tahi ayam berlaku pula. Sepintas aku melirik ke wajah-wajah baru di situ, mereka memangku novel Ulysses dari rumah. Ada yang baru beli, ada pula yang sudah kumal.

Terus terang ini pengalamanku pertama membaca Ulysses dari depan sekali di halaman pertama. Sebab 3 tahun lalu aku mulai ikut sudah di bab 18 (Penelope). Bab-bab yang sedang bermonolog-interior.

Kembali Pak Kyai Senn berbicara. Dia tunjukkan sebuah Ulysses warna hijau terang. Kata dia, “Ulysses ini terbitan pertama tahun 1922 oleh toko buku Shakespeare Company di Paris. Dan saat itu hanya dicetak terbatas sejumlah 1000 eksemplar. Kini buku yang 1000 itu sulit dicari dan harganya mahal.” Pada waktu yang bersamaan, fotokopian satu halaman bolak-balik tentang rencana membaca di halaman awal dibagikan. Pak Kyai melucu lagi, “Banyak orang hanya pura-pura baca novel ini dengan membawa ke sana kemari, biar dianggap intelek.” Lagi-lagi guyonan Pak Kyai menyulut tawa.

Seperti biasa, Pak Kyai Senn memberi ilustrasi singkat tentang teks-teks yang akan dijelajahi. Dia bilang, ”Di bab I (Telemachus) ini suasananya ada di Martello Tower, pantai Sandycove, Dublin. Ada tiga orang tinggal di menara itu, Heide, mahasiswa Inggris dari Oxford, Buch Mulligan, mahasiswa kedokteran dan Stephen Dedalus, seorang guru yang niveau intelektualnya tinggi. Setelah pengantar pendek dilontarkan, kini giliran mendengarkan CD.

Kalimat awalnya:

*Stately, plump Buck Mulligan came from the stairhead, bearing a bowl of lather on which a mirror and a razor lay crossed…..

Sampai satu paragraf berhenti dan dari kata ke kata dijelaskan ulang. Jika Pak Kyai ragu terhadap satu kata, dia menawarkan hadirin untuk menginterpretasikannya. Namun pada umumnya Pak Kyai paham. Maklum dunia Joyce sudah dia tekuni sejak tahun 1970-an. Nyaris sampai kini dia hanya ngutek-utek karya Joyce selama 39 tahun. Boleh dibilang separuh masa hidupnya diabdikan untuk karya sastra dan khusus karya Joyce, tidak lain dari itu. Kadang aku merasa kasihan, tangan kanannya sudah mulai buyutan. Maklumlah dia sudah berusia 80-an tahun.

Pada kalimat pembuka Ulysses di atas, Pak Kyai menerangkan, kalau ada dua adjektiva berurutan, sedang stairhead juga bisa dimaksudkan head of stair. Pada kalimat ketiga sudah ketabrak ungkapan bahasa Latin:

Introibo ad altare Dei

Menurut Annotated Ulysses karangan Don Gifford, itu ungkapan dari bahasa Latin yang artinya, “I will go up to the God`s altar.” Ungkapan ini sering dipakai pendeta di gereja.

Kalimat berikutnya,

–Come up, Kinch! Come up, you fearful Jesuit!

Kinch dari sumber lain kutemukan, artinya pisau. Kinch adalah julukan untuk Stephen Dedalus. Karena Stephen otaknya cemerlang, diibaratkan dengan pisau.

Bertemu lagi dengan nama Chrysostomos. Seorang ahli retorik Yunani kuno.

Ada pembuka kalimat lagi:

–Back to Barracks!

Dijelaskan, setting novel ini tahun 1904, dimana Irlandia masih dalam koloni Inggris. Back to Barrack sebuah sindiran terhadap Inggris raya, di tempat setting novel itu tidak ada barak militer.

Pada kalimat selanjutnya:

–Tell me, Mulligan, Stephen said quietly.

Dijelaskan oleh Pak Senn, bahwa model pembuka “Tell me, …itu khas bentuk Odyssey yang dipakai oleh Homer.

Pada kalimat selanjutnya, bertemu kata black panther, dan diterangkan, patung black panther itu kini tersimpan di Martello Tower yang dijadikan Museum James Joyce di Sandycove, Dublin.

Mulligan juga dijuluki dengan nama depan Malachi Mulligan. Malachi adalah the name of the last book of the Christian Bible`s Old Testament. Bisa pula Malachi  berarti nabi dalam agama Yahudi.

Ada lagi kata Kingstown, Pak Senn memberitahu, bahwa kota itu ada di selatan Dublin.

Yang paling kuanggap seru, saat ada ungkapan: Thalatta! Thalatta!

Pak Kyai menjelaskan, “Thalatta, Thalatta itu suara gemuruh laut, saat Odysseus kembali ke Ithaka. Pada bahasa Yunani terdapat berbagai perbedaan dialek mengucapkan Thalatta, Thalatta. Lalu Pak Kyai membagi pengalamannya, ketika dirinya ke Yunani diberitahu, jika orang Yunani hendak dianggap intelek, cukup bilang, `Thalatta, Thalatta.” Gurauan ini mencairkan suasana yang semakin bertegangan tinggi.

Ketika menemukan kalimat: I`am hyberborean as much as you. Pak Senn menambahkan, bahwa ungkapan itu berasal dari Zarathustra-nya Nietzsche, superman-übermensch.

Sebelum acara berakhir, ada seorang ibu gemuk terbatuk-batuk dan undur diri sebentar. Juga sebuah telepon genggam berdering, akhirnya pemilik telepon itu lari keluar terbirit-birit sedikit malu. Sebelum novel Ulysses aku tutup, aku coba hitung berapa halaman sih selama 1,5 jam membaca tadi? Dari pukul 17.30 sampai 19.00 itu hanya bisa membaca selama 3 halaman lebih satu paragraf kecil.

Hemmm,…..hitung-hitung, pintu dari awal Ulysses sudah terbuka menganga. Kalau tiga tahun lalu aku memulai dari ekor, kini dari kepala. Tinggal bagaimana lagi mengatami yang kedua kali. Pak Kyai berpesan, please don`t  forget to write something nice on the guest-book.

Tepuk tangan lirih menutup acara itu. Sebelum mengambil jaket di gantungan, aku bubuhkan kesan dalam buku tamu dalam tulisan bahasa Indonesia: Awal Membaca Ulysses, Terima Kasih., 3/3-2009.

-0O0-

Posted in Uncategorized | Leave a Comment »

Walter Kempowski: Penulis yang Tidak Menulis

Posted by jimjoyce on September 17, 2010

Walter Kempowski: Penulis yang Tidak Menulis

Usai mengikuti Reading Groups Ulysses di Yayasan James Joyce di Zürich, kutemukan di atas meja sebuah selebaran. Selebaran itu mewartakan, setengah jam lagi akan ada sebuah ceramah dari Jörg Drews, universitas Bielfeld. Ia akan membicarakan tentang “Bloomsday 1997 dari Walter Kempowski.” Kesempatan emas itu saya gunakan, setelah saya istirahat di luar sebentar. Acara ceramah di ruang sebelah ruang Reading Group itu dihadiri sekitar 13 orang. Bloomsday adalah hari peringatan setiap tahun pada tanggal 16 Juni untuk mengenang tokoh Bloom Molly pada Ulysses. Tanggal tersebut berdasar kisah cinta nyata  antara

kempowski

Joyce dan Nora, istrinya dalam Ulysses di Dublin pada 16 Juni 1904.

Siapa sebenarnya Walter Kempowski?

Kempowski adalah sastrawan Jerman yang dikenal punya keahlian unik, yakni membuat kliping berita dari media massa dan dijadikan karya sastra. Lebih jauh ceramah sore itu Jörg Drews menerangkan, pada saat tentara Hitler masuk Moskow, Kempowski mengumpulkan berita dari berbagai sumber media cetak maupun elektronik. Kumpulan klipingnya dia kerjakan dengan sentuhan sastra dan tak satu kata pun yang berasal dari pendapatnya sendiri. Akhirnya karya kliping tersebut menjadi sebuah bentuk karya sastra baru yang medekati seni instalasi.

Demikian pula, pada peringatan Bloomsday tanggal 16 Juni 1997. Karena nama Joyce dengan Ulysses-nya begitu mendunia, niscaya perhatian umum sangat besar pada peringatan Bloomsday. Kempowski dengan sengaja mencatat semua berita maupun komentar dari 37 kanal TV berbahasa Jerman, Perancis dan Spanyol. Luar biasa, dalam waktu semalam, dia bisa mengumpulkan berbagai pendapat masyarakat, kritikus sastra tentang satu tema Bloomsday. Kempowski tidak mengadakan perencanaan sebelumnya atau ingin berusaha tahu teks yang akan ditayangkan. Dia secara spontan saja dalam semalam itu mengumpulkan berita khusus Bloomyday. Hasilnya dia tulis ulang dengan mengutip berbagai sumber di TV dan satu kata pun tidak ke luar dari pikirannya sendiri. Semua pendapat berasal dari orang lain. Menurut Jörg Drews, kualitas buku hasil berita TV yang diberi judul Ulysses `97 versi Kempowski itu cukup berbobot. Dengan kata lain dia bilang, ini lah sastrawan yang tidak menulis berdasar pikirannya sendiri, tapi menulis pendapat orang lain.

Ceramah selama satu jam itu diteruskan dengan tanya jawab sekitar setengah jam. Buku karya Kemposwki saya lihat dari kejauhan, tebalnya kurang lebih sama dengan Ulysses. Malam itu saya pulang sambil masih menyimpan rasa, ada juga sastrawan menulis bukan menggunakan pendapatnya sendiri, tapi pendapat orang lain.

Posted in Uncategorized | Leave a Comment »

Zurich James Joyce Foundation: 25 Years

Posted by jimjoyce on March 23, 2010

http://www.swisster.ch

March 23, 2010 | 08:26

Barnaby Smith
Culture

Zurich James Joyce Foundation marks 25 years

Joyce posing at Platzspitz © Zurich James Joyce Foundation

Twenty-five years after it was established, the Zurich James Joyce Foundation is still a centre of global Joyce scholarship, as well as being a vibrant hub of literary discussion for the local community. The great Irish writer lived in Zurich at various times and is buried in the Fluntern cemetery. The foundation aims to make complex Joyce works accessible for new generations and provides a vast archive of literature within its library and museum.

James Joyce (1882–1941), author of such seminal – often regarded as impenetrable – texts such as Ulysses and Finnegans Wake, first came to Zurich in 1904-5 on the promise of a position teaching English that never materialised.
He returned to the city in 1915, remaining for five years during which he embarked on Ulysses, wrote the play Exiles and published his novel Portrait Of The Artist As A Young Man. He left in 1920 for Paris, returning in 1940 to flee the Nazi occupation of France, only to die a year later after surgery on a perforated ulcer.
“He came here by chance, he thought there was a job, but then there wasn’t,” says founder of the Zurich James Joyce Foundation and scholar Fritz Senn. “But he came back during the war because he knew it and because Switzerland was neutral.”
“I think he began to like it; it is a compact city and has two rivers that he liked, conviviality and so forth. He became attracted to it and even picked up some of the dialect,” he added.
Senn set up the foundation in 1985 on the back of funding from the former Union Bank of Switzerland. Since then he has established a library of Joyce-related material that has “things you won’t find in the British Library”, and organises a Joyce symposium every two years – the next is scheduled for this coming June.
The foundation’s headquarters sit at ‘James Joyce Corner’ on Augustiner Strasse in Zurich’s Altstadt, a pretty passage just off the city’s main shopping street, Bahnhofstrasse.
Perhaps the foundation’s most important function is to offer weekly reading groups open to everyone. “We have former students, doctors, lawyers, housewives . . . We have found there is a great deal of potential out there,” says the 82-year-old Senn, widely regarded as among the greatest living Joyce academics.
Reading groups slowly tackle Ulysses and Finnegans Wake, examining each passage in close detail. A full reading of Ulysses takes three years, with Finnegans Wake a daunting 11, plenty time for the groups have developed into their own social networks.
“Joyce is considered very difficult to read, and that’s true of course up to a point,” says Senn, who leads all the reading groups, when asked about the foundation’s mission to offer Joyce to the casual, non-academic reader.
“But I think because we are so lucky to have this place I think it’s important to pass something on to the general public. Across three weekly reading groups, 40 or 50 people come fairly regularly, and that enables them to get into the books and overcome the fear and reluctance that people have with Joyce. It’s an important activity,” he said.
One member told Swisster: “I came into contact with Fritz and became an addict.”
“To offer Joyce to a non-academic audience is the soul of the foundation. Fritz is a non-academic in the best sense, in that he’s highly academic but he listens to people’s ideas,” he added.
Despite living in Zurich during some of his most important creative periods, Joyce never integrated himself into the city’s society to any great degree.
However, Joyce enjoyed the Kronenhalle restaurant at Bellevue and attended services at the Liebfrauenkirche, a church not far from the Platzspitz park.
Exactly how much of an impact he had on the city’s artistic community – and it on him – is up for debate.
“Probably not all that much of one,” says Senn. “Trieste [where Joyce lived for several periods between 1904 and 1914) was more important to him. Of course, he picked up a few things in Zurich but I don’t think it influenced him, as far as I can tell.”
“I think he kept to himself. Of course there was the Dadaists and Lenin but I think they were all monomaniacs directing their own aims. Joyce kept a few people but he wasn’t outgoing. In fact I’m always astonished that when Joyce was in Paris how little notice he took of what was such as fascinating place in the ‘20s and ‘30s,” said Senn.
The foundation will mark its 25th birthday on a modest scale, with Senn citing a lack of funds preventing them celebrating more elaborately. After initially benefitting from UBS’s help in the beginning, the organisation has become financially independent, even if sustaining itself has become something of a struggle for Senn and the five staff members who work alongside him.
“They [the bank] had enough capital that we could live comfortably for many years,” says Senn, “but now this has dropped. Not because of any wild speculations, but we are connected with the fate of the bank.”
The future of the Foundation is not threatened, however. Anyone can visit the institute to view such artefacts as Joyce’s walking stick, letters and even a Joyce death mask, as well as the huge collection of editions of original works, translations and criticism.
The place attracts up to 2,000 visitors each year, including regulars.
Opening hours: 10am – 5pm on weekdays, and by appointment. Reading groups meet Tuesdays and Thursdays

Posted in Uncategorized | Leave a Comment »

James Joyce ABCD

Posted by jimjoyce on November 20, 2009

James Joyce ABCD

Merupakan catatan pendek, ringan, dan singkat yang masih terkait dengan James Joyce dan karya-karyanya. Adapun perolehan catatan tersebut berasal dari berbagai sumber baik karya-karyanya maupun dari sekunder literatur.

BBB

BECKET

Becket berkawan dengan Joyce selama 19 bulan (1928-1930) di Paris. Joyce minta Becket nerjemahkan karyanya ANNA LIVIA PLURABELLE ke dalam bahasa Prancis dan berhasil. Hubungan Becket dan Joyce retak, gara-gara Becket bilang kepada anaknya Joyce: Lucia, bahwa ia tidak suka Lucia secara romantis.

(Sumber: James Joyce A to Z: A.Nicholas Fargnoli & Michael Patrick Gillespie)

*

Bahnhofstrasse

The eyes that mock me sign the way
Whereto I pass at eve of day.

Grey way whose violet signals are
The trysting and the twining star.

Ah star of evil! star of pain!
Highhearted youth comes not again

Nor old heart`s wisdom yet to know
The signs that mock me as I go.

(James Joyce)

*Sebuah puisi yang ditulis Joyce saat bermukim di kota Zürich, Switzerland. Bahnhofstrasse adalah sebuah jalan paling ramai di kota Zürich, banyak toko-toko mahal.

(Sumber: Google)

*

DDD

DUJARDIN

Joyce bercerita kepada kawannya, Frank Budgen di apartemen Joyce, jalan Universitätstrasse, Zürich, Swiss, “Aku mencoba menghadirkan ulang metode igauan dari orang-orang yang tanpa ucapan dan belum laju, muncul kembali. Tapi aku bukan orang pertama yang mencoba ini. Aku pernah membaca karya Dujardin.  Tahukah Anda dengan Dujardin? Sayang.”

(Sumber: Frank Budgen: James Joyce und die Entstehung des “Ulysses”)

*

DAVY BYRNES PUB

Sebuah kafe terletak di Duke Street.  Joyce pada 16 Juni 1904 berhenti dan mampir di kafe ini. Dalam Ulysses tokoh Bloom membeli Sndwich dan es krim di Davy Byrnes Pub.

(Sumber: Frank Budgen, James Joyce und die Entstehung des “Ulysses”)

*

FFF

Finnegans Wake

JAMES JOYCE marah karena karyanya dan biografinya dibajak oleh Irene Kafka. Karya tersebut dimuat di koran Jerman Frankfurter Zeitung (1931). Joyce berniat menyewa pengacara di Inggris, namun mahal. Untuk menambal kegundahannya, maka kesempatan terakhir yang bisa ia lakukan, menyelundupkan protesnya dalam karya terakhirnya Finnegans Wake (Hal:70):
…..and swobbing broguen eeriesh myth brockendootsch, making his reportage on Der Fall Adams for the Frankofurto Siding, a Fastland payrodicule, and er, consstated that one had on him the Lynn O`Brien, a meltoned lammswolle, disturbed, …and wider he might the same zurichschicken other he would….

OOO

ODYSSEY

Joyce bilang, tema yang paling mencengkeram adalah Odyssey. Jauh lebih manusiawi daripada Hamlet, Don Quixote, Faust. Faust muda dan tua tak nyaman. Dante cepat capai, seperti orang kepanasan matahari. Ketika aku berusia 12 tahun, masih di bangku sekolah, diterangkan perang Troya, tapi Odyssey yang tetap menjadikan idolaku. Sejak usia 12 tahun itu aku sudah tergiur mistik Ulysses.

(Sumber: Buku Bacaan James Joyce: Das James Joyce Lesebuch)

*

SSS

SCRIBBLEDEHOBBLE:

sebuah judul buku catatan harian yang disusun Joyce th 1922, terutama saat awal menulis Finnegans Wake. Di dalamnya berisi catatan tentang bab pada cerpen Dubliners dan konsep pembuatan novel Finnegans Wake. Buku ini kini disimpan di The Lockwood Memorial Library of the State University of New York, Buffalo

(Sumber: James Joyce A to Z, A Nicholas Fargnoli & Michael Patrick Gillespie)

Piper! Mr Best piped. Is Piper back? Peter Piper pecked a peck of pick of peck of pickled pepper. -I don`t know if I can. Thursday. We have our meeting. If I can get away in time. (Sumber: Ulysses, hal: 157, edisi Penguin)

The schoolmen were schoolboys first, Stephen said superpolitely. Aristotle was once Plato`s schoolboy. (Sumber: Ulysses, hal: 152, penguin edition)

Posted in Uncategorized | 2 Comments »

Trem James Joyce di Zürich

Posted by jimjoyce on November 12, 2009

Halte trem Bellevue di pinggir danau Zürich terlihat semarak pada Sabtu, 24 Oktober 2009. Sebuah festival sastra digelar selama tiga hari (23-25/10) dengan tajuk “Malam Panjang, Cerita Pendek“ (Die Lange Nacht, der kurzen Geschichten). Dimaksudkan pembacaan cerita pendek, puisi, fragmen, biografi, dan surat dari para sastrawan dilakukan dari pagi hingga tengah malam. Acara setahun sekali yang sudah memasuki tahun ke empat ini dimotori oleh perhimpunan penerbit dan toko buku di kota Zürich.

Salah satu acara yang tergolong unik adalah pembacaan karya sastra dan biografi sastrawan dalam trem. Ada tiga trem yang disiagakan: Max-Frisch Tram, James Joyce Tram, dan Krimi Tram. Trem-trem mengelilingi kota Zürich dan melewati tempat-tempat yang pernah disinggahi sastrawan bersangkutan. Misalnya, Max-Frisch Tram, trem ini membicarakan karya dan sastrawan Swiss, Max-Frisch. Demikian pula dengan James Joyce Tram, tentang James Joyce dan Krimi Tram, tentang cerita kriminal.

Pengunjung datang dari berbagai kalangan masyarakat dan kota lain. Mereka harus jauh hari memesan tiket ke kios tiketaria kota. Jangan harap akan dapat tempat duduk, tanpa reservasi sebelumnya.

Menjelang pukul 16.00, bersiaga trem biru yang masih baru di halte Bellevue. Pada bagian depan atas trem tertulis James Joyce Tram. Satu persatu penumpang memasuki tiga gerbong panjang yang saling berhubungan. Di depan pintu ditawarkan minuman anggur. Trem khusus ini tidak menaikkan atau menurunkan penumpang di halte-halte umum. Tiga gerbong penuh, memuat sekitar 80 orang.

Ketika trem beranjak, Fritz Senn, seorang pakar Joyce mulai bercerita dalam bahasa Jerman, bahwa Joyce pada tahun 1904 bersama pacarnya Nora Barnacle beremigrasi dari Dublin ke Zürich. Sayang, Berlitz school yang mengurusnya, merasa tidak ada pekerjaan untuk Joyce, maka ia dikirim ke Trieste, Italia. Ketika pecah Perang Dunia pertama, Joyce mengungsi ke sini lagi. Selama empat tahun ia dan keluarganya tinggal di Zürich, sudah pindah rumah selama tujuh kali. Informasi ini mendadak memanen tawa dari para penumpang trem.

Laju trem sedikit lebih pelan daripada biasanya. Tepat di depan sebuah kafe Kronen Halle, Senn dengan corong mikrofon menandaskan, bahwa di sebelah kanan ada kafe yang dulu sering dipakai Joyce minum dengan kawannya. Tak lama lagi, ketika trem menyeberangi Bahnhofstrasse, Senn buru-buru bilang, Joyce menulis sebuah puisi berjudul Bahnhofstrasse.

Bahnhofstrasse

The eyes that mock me sign the way

Whereto I pass at eve of day.

Grey way whose violet signals are

The trysting and the twining star.

Ah star of evil! star of pain!

Highhearted youth comes not again

Nor old heart`s wisdom yet to know

The signs that mock me as I go.

(James Joyce)

Kemudian berganti, seorang mahasiswa jurusan seni teater membacakan puisi tersebut dalam teks aslinya bahasa Inggris. Trem terus bergerak membelok ke kanan dan menikung tajam. Senn menjelaskan lagi, halte trem di sini dulu bernama Ulysses, karena Joyce tinggal di sebelah situ menyelesaikan novel besarnya Ulysses. Tapi pemerintah kota kemudian mengganti nama halte itu. Trem terus berjalan, sementara secara bergantian dua mahasiswa membacakan surat-surat Joyce atau surat dari Frank Budgen, kawan Joyce kepada Joyce. Saat trem menanjak ke daerah kuburan Fluntern, Senn segera mengambil alih mikrofon sambil menjelaskan, bahwa di makam Fluntern sini Joyce dikuburkan bersama istrinya, dekat dengan Elias Canetti, sastrawan Austria.

Genap satu jam perjalanan, trem kembali ke halte Bellevue lagi. Pada saat ini lah dibacakan petikan bab akhir Ulysses berupa monolog-interior Molly Bloom. Tepuk tangan bergemuruh dari penumpang trem menandai berakhirnya acara.

Lain di trem, lain pula kegiatan di darat. Di halte Bellevue mudah dikenali berderet meja menjajakan berbagai judul buku dari beberapa penerbit dan toko buku. Penerbit AMMAN, misalnya, tak hanya menjual karya-karya Fernando Pessoa, namun juga menjual pins hitam dan merah sosok Pessoa memakai topi dan jas. Satu pins dijual dengan harga 1 Euro. Toko buku Orell Füssli selain menjual buku juga menyediakan sup gratis berisi makaroni berbentuk abjad kecil-kecil dari A sampai Z. Toko buku terbesar di Zürich ini juga membagikan buku gratis berjudul “Kata-Kata Bertenaga“ (Starke Worte) dari pengarang-pengarang Swiss.

Masih di halte Bellevue tampak mondar-mandir beberapa perempuan muda mengenakan badge “Lange Nacht, der kurzen Geschichten“ sambil menenteng map. Catherine Villiger, salah satu dari mereka menawarkan jasa membaca karya sastra pada publik secara gratis. Ada dua pengunjung perempuan terpikat tawarannya. Ia buka selembar kertas biru berlaminating. Di situ tertera di deret bagian kiri, berbagai tema yang bisa dipilih. Antara lain tema: masa muda, cinta, hobi, pekerjaan, sakit atau meninggal, Zürich atau Swiss. Sementara di bagian kanan bawah, berderet nama pengarang. Mereka antara lain: Gottfried Keller, Thomas Mann, Robert Walser, Elias Canetti, Ingeborg Bachmann, dan Hugo Loetscher. Di atasnya ada kolom waktu pembacaan: 1, 20 detik, 2 menit atau maksimal 3 menit. Seorang pengunjung memilih tema: hobi dari sastrawan Elias Canetti. Catherine mengambil lembaran teks dan membacakan sambil berdiri.

Usai membacakan sebuah teks pendek, Catherine tampak beralih duduk di depan meja menghadap mesin ketik. Ia melayani pengunjung lain yang bersedia mengarang cerita, dan ia yang mengetiknya. Seorang pengunjung laki-laki mengkerutkan dahi, mungkin sedang mencari fantasi. Tiba-tiba pengunjung itu mengucurkan pengalamannya, saat pertama kali menginjakkan kaki di Zürich. Kalimat demi kalimat didiktekan. Catherine dengan sabar mengetiknya. Satu kisah pendek tuntas diketik, mereka saling tertawa. Catherine memasukkan hasil ketikannya di sebuah map sambil berucap, “Kini aku lebih tahu dari yang aku tidak ketahui tentang kota Zürich.“ Kertas ketikan itu ia simpan di sela-sela kumpulan kertas kisah-kisah orang lain. Menurut ketua panitia, Bernd Zocher, selama tiga hari, tiga malam telah digelar lebih dari 100 acara sastra.

Sore semakin tua, keramaian kegiatan beralih ke dalam kafe atau gedung tertutup. Maklum, musim gugur telah tiba, suhu di luar mencapai 10 derajat celcius. Di gedung Bernhard-Theater, Falkenstr.1 ada sebuah talk-show mengenai Simone de Beauvoir. Akan hadir Alice Schwarzer, kawan dekat Simone. Waiting for Godot karya Samuel Beckett juga dibacakan malam itu di gedung Kulturhaus Helferei, Kirchgasse 13.

Di antara berbagai acara pembacaan karya, yang tak kalah meluber pengunjungnya, hadirnya novelis Mesir, Alaa al-Aswani. Penulis novel best-seller dua tahun berturut-turut di negara-negara Arab The Yacoubian Building ini terbang langsung dari Kairo. Kebetulan penerbitnya versi Jerman, Lenos Verlag berada di Basel, Swiss.

Bertempat di NZZ-Bistro, Seenstr.12, para pengunjung sudah datang satu jam sebelum acara dimulai pukul 19.30. Sepotong kertas kecil tertulis “Ausverkauft“ (tiket habis) menempel di pintu kaca. Al-Aswani masuk ruangan mengenakan jas hitam dengan dasi merah tua. Penampilannya lebih resmi, tak seperti penulis yang sering santai. Hartmut Fähndrich, penerjemahnya bahasa Jerman duduk mendampingi. Segera saja dilontarkan pertanyaan dengan bahasa Inggris seputar kepopulerannya.

Tuan Al-Aswani, sejak novel Anda The Yacoubian Building, Anda menjadi terkenal. Padahal lima tahun lalu belum. Bagaimana Anda memaknai kepopuleran?“

Ya, Good,“ katanya yang disambut tawa hadirin, “sukses tidak datang dengan sendirinya. Tapi hasil dari kerja kerasku untuk memilih kata yang saling terkait. Aku memerlukan waktu satu sampai tiga tahun untuk satu novel. Kehidupanku mulai berubah, terbang ke banyak negara, karena novel tersebut diterjemahkan ke dalam 23 bahasa. Otomatis aku jarang bertemu istriku.“

Bisa diceritakan awal mula novel itu ditolak penerbit?“

Di negeriku, sensor karya itu ada. Yah, karena penerbit swasta enggan menerbitkan, maka aku tawarkan ke penerbit yang dikelola pemerintah Mesir. Ternyata tiga kali ditolak. Alasannya ada tokoh protagonis yang mengkritik pemerintah. Lalu aku jawab, tokoh di novel itu tidak selalu mewakili diriku sebagai penulis. Apakah kalau tokohnya seorang pencuri, aku juga otomatis sebagai pencuri? Pemerintah tetap mendesak, agar aku menandatangani sebuah pernyataan resmi, bahwa sebagai penulis tidak setuju dengan karakter sang tokoh novel yang aku ciptakan sendiri.“

Kisah konyol ini menuai gelak tawa dari hadirin di ruangan. Aku-Pencerita dalam novel diyakini Al-Aswani sebagai bentuk yang paling ideal. Ia enggan meniru eksperimen baru penulisan novel yang dianggap membingungkan pembaca. Baginya bahasa harus jelas dan mudah dipahami. Dilanjutkan pembacaan novel terbarunya berjudul Aku ingin, aku menjadi orang Mesir (Ich wollt, ich würd Ägypter). Ia baca dalam bahasa Arab, kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman oleh Hartmut Fähndrich. Acara ini ditutup dengan book signing. (Sigit Susanto)

*Lihat foto kegiatan dari panitia:

http://www.lange-nacht.ch/impressionen/

*lihat foto di facebook:

http://www.facebook.com//note.php?note_id=179091777326&comments=

Posted in Uncategorized | Leave a Comment »

Untuk menyambut “BLOOMSDAY 2009” bisa jawab pertanyaan?

Posted by jimjoyce on June 18, 2009

Bloomsday, the annual celebration of Joyce’s masterpiece Ulysses, is a fine day to remind yourself of his genius. Test your knowledge with our 16 questions for 16 June

 

guardian.co.uk, Tuesday 16 June 2009 09.24 BST

 

Statue of James Joyce at Fluntern cemetery, Zurich. Photograph: Sebastian Derungs/Reuters

1.      1. What was the significance of 16 June?

  1.  
    1. It was the day on which Dubliners was finally accepted for publication  
    2. It was the date of his confirmation  
    3. It was the day of Joyce’s first date with his lifelong partner, Nora Barnacle  
    4. It was his birthday  

2.      2. Which playwright did Joyce hero-worship?

  1.  
    1. Ben Jonson  
    2. Henrik Ibsen  
    3. George Bernard Shaw  
    4. George Buchner  

3.      3. Which of the following is not a quote from Joyce?

  1.  
    1. To find a form that accommodates the mess, that is the task of the artist now.  
    2. Paternity is a legal fiction.  
    3. Ireland is the old sow that eats her farrow.  
    4. History is a nightmare from which I am trying to awake.  

4.      4. What did Joyce refer to as “electricity” and “beefsteak”?

  1.  
    1. Dante and Chaucer  
    2. Ireland and Italy  
    3. Woman and man  
    4. White and red wine  

5.      5. The framework of Finnegans Wake is based on a cyclical theory of history borrowed from which thinker?

  1.  
    1. Friedrich Nietzsche  
    2. Giambattista Vico  
    3. Homer  
    4. Arthur Schopenhauer  

6.      6. Joyce is often accused of being verbose and obscure. Yet which work did he claim to have written “in a style of scrupulous meanness and with the conviction that he is a very bold man who dares to alter in the presentment, still more to deform, whatever he has seen and heard”?

  1.  
    1. Dubliners  
    2. Exiles  
    3. Chamber Music  
    4. A Portrait of the Artist as a Young Man  

7.      7. When was the English ban on Ulysses lifted?

  1.  
    1. 1924  
    2. 1936  
    3. 1945  
    4. 1963  

8.      8. Which author admired Joyce so much that he not only worked as his secretary but is said to have crippled his much larger feet by wearing identical shoes?

  1.  
    1. WH Auden  
    2. Samuel Beckett  
    3. TS Eliot  
    4. Christopher Isherwood  

9.      9. Which novel did Joyce call “the English Ulysses”?

  1.  
    1. Robinson Crusoe  
    2. Clarissa  
    3. Vanity Fair
    4. Dombey & Son  

10.  10. Who was brave or foolhardy enough to edit Finnegans Wake down into a shorter edition?

  1.  
    1. David Lodge  
    2. Anthony Burgess  
    3. Alain de Botton  
    4. Bono from U2  

11.  11. In the Homeric parallels of Ulysses, which character is Telemachus to Bloom’s Ulysses?

  1.  
    1. Stephen Dedalus
    2. Buck Mulligan  
    3. Stephen Hero  
    4. Blazes Boylan  

12.  12. Joyce died less than two years after publishing his mammoth “night-language” dream-text, Finnegans Wake. What were his hints about his next project?

  1.  
    1. That it would make Finnegans Wake look easy  
    2. That it would be a children’s book  
    3. That it would be short, simple and a novel of reawakening  
    4. That it would do for Trieste what Ulysses did for Dublin  

13.  13. What is the final word in Ulysses?

  1.  
    1. Love  
    2. Sex  
    3. Death  
    4. Yes  

14.  14. “The only demand I make of my reader,” Joyce once told an interviewer, is that …

  1.  
    1. “He knows how to drink and make love as well as read.”  
    2. “He finishes them.”  
    3. “He should devote his whole life to reading my works.”  
    4. “He acknowledge my genius, even though he will never understand it.”  

15.  15. The last word in Finnegans Wake is

  1.  
    1. No  
    2. Jaysus  
    3. Morning!  
    4. The  

16.  16. “I guess the man’s a genius, but what a dirty mind he has, hasn’t he?” Whose critical verdict?

  1.  
    1. Nora Joyce  
    2. The Queen Mother  
    3. Val Doonican  
    4. TS Eliot  

Posted in Uncategorized | Leave a Comment »

Stuart Gilbert: Teka-Teki Ulysses

Posted by jimjoyce on December 30, 2008

Di Bawah ini bagan yang memuat ritme ke 18 bab pada Ulysses.

1. JUDUL                 – SUASANA – WAKTU         – ORGAN   – SENI             – WARNA          – SIMBOL         – TEKNIK

1.Telemachus – Menara       -08.00 –                                 – Teologi        – Putih                – Warisan          – Naratif

2.Nestor – Sekolah                       – 10.00 –                                – Sejarah        – Cokelat Ema  -Kuda            – Katekese

3.Proteus – Pantai                        – 11.00 –                                – Pilologi         – Hijau         -Air Pasang      Monolog Laki

4.Calypso – Rumah                     -08.00              – Ginjal       – Ekonomi       – Oranye        – Bidadari                – Naratif

5.Lotus-Eaters -Kamar Mandi -10.00            – Kelamin   -Biologi,Kimia                         -Ekaristi               – Narsisme

6.Hades – Kuburan                      -11.00              – Hati           -Agama          -Putih,Hitam   -Karteker           -Inkubisme

7.Aeolus – Koran                        – 12.00       – Paru-Paru      -Retorik         – Merah                -Editor         -Enthymemic

8.Lestrygonians-Makan Siang -13.00         -Esophagus -Arsitektur                                  -Polisi                    -Peristaltik

9.Scylla & Charybdis-Perpustakaan-14.00-Otak            -Sastra                             – Stratford,London         -Dialektik

10.Wandering Rocks – Jalan  -15.00           – Darah         -Mekanik                         -Warga                                    -Labirin

11.Sirens – Ruang Konser         -16.00           -Telinga        – Musik                             -Gadis Bar   -Fuga per canonem

12.Cyclops -Warung                   -17.00          -Otot              -Politik                              -Fenian                        – Mahabesar

13.Nausicaa -Bebatuan            -20.00          -Mata, Hidu  -Lukisan    -Abu-Abu, biru  -Asli                -Tumescence

14.Oxen of The Sun -Rumah Sakit -22.00 -Rahim              -Obat            -Putih         -Ibu        -Perkembangan Embrio

15.Circe -Bordil                      -24.00               -Lokomotor    -Magis                               -Sundal                   -Halusinasi

16.Eumaeus -Penampungan -01.00           -Syaraf              -Navigasi                         -Pelayar                   -Naratif (Tua)

17.Ithaca -Rumah                    -02.00         -Tengkorak       -Ilmu Alam                     -Komets                           -Katekese

18.Penelope -Ranjang                                     -Daging                                                          -Bumi   -Monolog Perempuan

0O0

Judul: Teka-Teki Ulysses

Versi Jerman: Das Rätsel Ulysses

Versi Inggris: A Study of  Ulysses

Penulis: Stuart Gilbert

Penerbit: Suhrkamp, 267 hal, 1960.

 

Sudah cukup banyak buku sekunder literatur yang membuat analisis tentang mahakarya Ulysses.  Buku-buku tersebut ditulis baik oleh para Joycean maupun para praktisi akademi. Tapi hanya ada tiga kawan dekat Joyce yang benar-benar menulis buku sekunder literatur untuk mengabadikan karya Ulysses yang bersumber langsung dari Joyce sendiri. Pertama, adalah Frank Budgen, berjudul James Joyce dan Kebangkitan Ulysses. Kedua, Stuart Gilbert dengan buku berjudul Teka-Teki Ulysses. Ketiga, Arthur Power, karyanya berjudul Perbincangan dengan James Joyce.

(sabar, menunggu….waktu tepat)

 


 

 

Posted in Uncategorized | Leave a Comment »